2013/01/28

10 Sepatu Terunik Di Dunia



SEPATU dan sandal merupakan kebutuhan primer yang pastinya selalu ada dalam tiap hunian. Setiap orang pasti punya kedua alas kaki tersebut. Namun, tahukah Anda bagaimana sejarah sepatu dan sandal di dunia. Berikut, deretan 10 sepatu yang menjadi sejarah di dunia.
1. Okobo (Jepang, abad 18 – sekarang)
Alas kaki ini disebut juga dengan bakiak. Geisha magang atau maiko mengenakannya bukan demi alasa fashion semata, namun juga untuk alasan praktis. Pasalnya, wanita penghibur Jepang itu selalu mengenakan kimono (pakaian khas Jepang) yang mahal. Mereka tak mau pakaian kotor terkena lumpur jalanan.
Okobo dibuat dari sebatang kayu yang dibentuk menyerupai tapak sepatu. Biasanya kayu tersebut diselesaikan apa adanya, namun banyak juga yang bahkan tak dipernis sama sekali.
Selama musim panas, maiko biasanya mengenakan Okobo hitam yang telah dipernis. Tinggi sepatu Okobo umumnya mencapai 14 cm, dan sol kayunya diukir cekung, sehingga menimbulkan bunyi tersendiri ketika dipakai berjalan.
Faktanya, kata Okobo sendiri diambil sebagai perwakilan dari bunyi yang timbul saat sepatu dipakai jalan. Bentuk tali A V (mirip sandal jepit) biasanya dipilih, sedangkan warna talinya disesuaikan dengan status maiko. Untuk maiko baru akan mengenakan Okobo tali merah, sedang yang hampir menyelesaikan magangnya menggunakan tali kuning.
2. High heel untuk pria (Eropa, tahun 1700-an)
Tahun 1700an, stoking menempati posisi yang sama pentingnya dengan sepatu bagi para pria di Eropa. Sebab fashion saat itu berfokus pada kecantikan area tubuh bagian bawah.
Saat ‘demam’ penampilan kaki ramping tiba-tiba mewabah, Louis XIV kemudian tampak mengenakan sepatu high heel bersol merah. Dan tentu saja, ketika sang raja mengenakannya, maka tak lama kemudian seluruh rakyat pun turut mengikuti tren tersebut.
3. Kabkabs (Libanon, abad 14-17)
Perak yang menghiasi cekungan kayu, itulah arti sederhana Kabkabs atau nalins yang pernah dipakai wanita Timur Tengah untuk melindungi kaki mereka dari kotornya debu dan lumpur jalanan. Bagi mereka yang kaya raya, seringkali sepatu kayu ini dihiasi dengan mutiara. Dengan tinggi hak beberapa inci serta sulaman kulit, sepatu ini biasanya dibikin dengan tali pengikat yang terbuat dari sutra atau beludru.
Nama Kabkabs sendiri diperoleh dari bunyi yang ditimbulkan alas kaki ketika dipakai berjalan di atas lantai marmer. Bagian atasnya disulam dengan perak, emas, atau kawat pewter (campuran timah putih dan hitam). Untuk acara khusus seperti pernikahan, cekungan kayu tersebut biasanya dihiasi seluruhnya dengan perak. Sedangkan secara sosial, sepatu ini hanya dipakai oleh kaum wanita saja.
4. Sepatu kulit pohon
Pada permulaan abad 20, para wanita mengenakan kulit kayu sebagai alas kaki sehari-hari, tentunya dengan lapisan kain pada bagian dalamnya. Tak hanya itu, kain juga digunakan untuk melindungi lapisan kulit sepatu dari hujan, lumpur, dan salju.
Biasanya sepatu ini dibuat dari kulit pohon Birch, namun bisa juga dari kulit pohon kapur atau linden (daunnya berbentuk hati). Norwegia, Swedia, dan bahkan Rusia memiliki versi masing-masing untuk jenis sepatu ini. Masa hidup sepatu kulit pohon tersebut biasanya hanya sekitar 1 minggu saja.
5. Chopines (Italia, 1580-1620)
Hanya sedikit museum yang menyimpan Chopines asli. Meski debutnya dimulai sejak masa renaissance, namun banyak wanita Italia yang masih mengenakannya hingga permulaan abad 17.
Seperti Okobo Jepang, Chopines juga memiliki tingkat kepraktisan tinggi. Tujuan utama penggunaan sepatu ini adalah agar penggunanya tampak menyolok sebab mampu ‘mengangkat’ tubuh pemakai hingga 18 cm lebih tinggi.
Sepatu bernilai mahal ini dibuat dari kayu yang dilapisi sutra lembut atau beludru. Selain itu, alas kaki ini biasanya juga dipermanis dengan penambahan renda perak, paku payung, dan sulaman sutra.
6. Padukas (India, tahun 1700-an)
Padukas termasuk alas kaki tertua dan mewah di India. Lebih dari sekedar sol dengan tonggak dan kenop, alas kaki ini umumnya dibuat dari bahan perak, kayu, besi, atau bahkan gading.
7. Sepatu kayu untuk sang pengantin (Perancis, akhir abad 19)
Dari lembah Bethmale (sebelah selatan kota Saint Girons, distrik Ariege), muncullah sepatu pengantin unik ini. Dibuat dari sebongkah kayu yang diambil dari pohon walnut beserta akarnya, para pria biasa menciptakan sepatu ini untuk calon pengantinnya kelak. Dikatakan bahwa semakin tinggi ujungnya, maka semakin besar pula rasa cinta sang pria pada calon istrinya.
8. Ballet boot (1980an-sekarang)
Alas kaki kontemporer ini mulanya dipakai sebagai jimat saja. Namun seiring waktu berjalan, alas kaki ini semakin terkenal dalam dunia fashion, khususnya Jepang.
Struktur sepatu ini mirip dengan sepatu balet yang dibumbui dengan hak super tinggi, sehingga tercipta kesan bahwa pemakainya dipaksa untuk berjinjit setinggi mungkin seperti yang dilakukan para balerina saat sedang menari.
Ballet boot ini memperoleh popularitasnya pada tahun 1980an, dan sekarang tersedia di seluruh dunia.
9. Sepatu kuncup teratai (China, abad 10-tahun 2009)
Tradisi Han di China yang mengharuskan kaki wanita diikat sehingga tampak kecil seperti kuncup teratai ini berlaku selama ribuan tahun. Sepatu dari wilayah utara, khususnya Beijing, memiliki bentuk mangkuk, dengan sol super cekung.
Sebagai bagian dari mas kimpoinya, seorang wanita akan membuat beberapa pasang sepatu sebagai bukti bahwa ia mampu menjahit. Setelah menikah, mempelai lalu membagikan sepatunya pada saudari ipar dalam upacara khusus. Untunglah kejayaan sepatu mungil tersebut telah berakhir…
10. Sepatu Armadillo
Armadillo sendiri berarti binatang pemakan serangga. Baru-baru ini, di tahun 2010, Alexander McQueen meluncurkan satu set sepatu armadillo yang kemudian dipopulerkan oleh Lady Gaga dan beberapa selebriti lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar